PROFIL
TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL KECAMATAN
(TKSK)
FORUM KOMUNIKASI
TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL KECAMATAN
KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2011
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, penyusunan Profil Tenaga
Kesejahteraan Sosial Kecamatan telah terlaksana sesuai rencana. Profil ini
dibuat dalam upaya meletakan dasar pengembangan Tenaga Kesejahteraan Sosial
Kecamatan (TKSK) yang pada proses perencanaan awal disebut Manajer Sosial
Kecamatan disingkat MASKOT. TKSK diharapkan dapat menjadi agen perubahan yang
akan melaksanakan dan mengkoordinasikan usaha kesejahteraan sosial terutama di
bidang pemberdayaan sosial pada tingkatan grass root.
Profil ini secara garis besar memuat
pokok-pokok pikiran dalam mengembangkan TKSK mencakup : latar belakang, dasar
hukum, tujuan, langkah-langkah pembentukan, kriteria, tugas, fungsi, sasaran
dan upaya peningkatan kapasitas TKSK; pengorganisasian, mekanisme kerja,
pengendalian serta indikator kinerja dalam pembentukan, pembinaan dan
operasional TKSK.
lebih lanjut agar secara operasinal
dapat dilaksanakan. Implementasi dari rancangan ini diharapkan akan cepat
terwujud mengingat besarnya kebutuhan di lapangan dalam mendukung pelaksanaan
pembangunan kesejahteraan sosial oleh Daerah.
Kepada pihak-pihak yang terlibat dalam
penyusunan Profil Tenaga Kesejahteraan Sosial ini disampaikan penghargaan dan
terima kasih yang sebesar-besarnya.
PENDAHULUAN
Pembangunan kesejahteraan sosial
dilaksanakan dalam rangka mencapai kondisi kehidupan masyrakat yang sejahtera
jasmani, rohani, dan sosial sesuai dengan harkat dan martabat manusia. Hal ini
dilaksanakn dalam konteks preventif, developmental,
kuratif-rehabilitatif/restorative dan supportif, sehingga sasaran pembangunan
kesejahteraan sosial tidak hanya bagi mereka yang masuk dalam kategori
penyandang masalah kesejahteraan soaial saja, tetapi juga seluruh masyarakat.
Keseimbangan antara kondisi manusia dan lingkungan sosialnya, menjadi titik
perhatian yang penting dalam menciptakan kesejahteraan sehingga program
pembangunan di sektor ini memiliki cakupan yamg luas mulai individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat/komunitas. Pembangunan kesejahteraan sosial sebagaimana
pembangunan secara umum tidak mungkin dilaksanakan oleh pemerintah sendiri.
Pembangunan harus dilaksanakan secara sinergis antara pemerintah, masyarakat
dan dunia usaha. Berangkat dari titik ini, upaya yang terus dihembuskan yaitu
mengurangi secara signifikan peran-peran dominan pemerintah dan sekaligus
membuka ruang-ruang baru bagi masyarakat untuk menjadi pelaku dalam
pembangunan. Pemerintah diharapkan memposisikan diri bukan sebagai prorider
pembangunan tetapi lebih pada perannya sebagai fasilitator, regulator, dan
pengendali.
Guna mencapai kondisi tersebut, perlu
dibangkitkan spirit atau semangat kebersamaan pada masyarakat untuk dapat
mengatasi masalah dan memenuhi kebutuhannya berdasarkan potensi yang dimilikinya
sendiri. Guna mempercepat proses ini diperlukan pendamping sosial ditingkat
Kecamatan yang mampu mengelola dan mengkoordinasikan berbagai potensi dan
sumber yang ada di masyarakat. Pendamping sosial dalam kaitan ini merupakan
agen perubahan yang menjadi motor penggerak pembangunan kesejahteraan sosial
pada tataran grass root.
Untuk mendorong upaya pemerintah daerah
dalam melaksanakan pembangunan kesejahteraan sosial sampai tingkat Kecamatan
kearah yang labih baik, maka Departemen Sosial memprakarsai terbentuknya Tenaga
Kesejahteraan Sosial Kecamatan yang selanjutnya disebut TKSK sebagai perwujudan
partisipasi sosial masyarakat. TKSK merupakan pelaksana pendampingan sosial
yang bisa menjembatani program Departemen Sosial (Depsos) untuk mengerakkan
masyarakat dan potensi kesejahteraan lainnya. Keberadaan TKSK juga dapat
mendukung pelaksanaan pendekatan anggaran berbasis kinerja (performance based
bugeting) yang membutuhkan pemetaan target sasaran sehingga diperlukan orang
yang berada dilokasi sasaran Pemerintah Daerah dalam kaitan ini Dinas Sosial
Provinsi, Kabupaten/Kota diharapkan dapat membina dan mendayagunakan TKSK dalam
pembangunan kesejahteraan sosial.
LANDASAN HUKUM
1.
Undang-Undang Dasar 1945.
2.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah.
3.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009
tentang Kesejahteraan Sosial.
4.
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun
1981 tentang Pelayanan Kesejahteraan Sosial bagi
Fakir Miskin.
Fakir Miskin.
5.
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2005
tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan.
6.
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun
2005 tentang Desa.
7.
Peraturan Pemerintah Nomor 73 tahun
2005 tentang Kelurahan.
8.
Keputusan Menteri Sosial Nomor
84/HUK/1997 tentang Pelaksanaan Pemberian Bantuan Sosial bagi Keluarga Fakir
Miskin.
9.
Keputusan Menteri Sosial Nomor
19/HUK/1998 tentang Pelayanan Kesejahteraan Sosial bagi Fakir Miskin yang
diselenggarakan oleh masyarakat.
10. Keputusan
Menteri Sosial Nomor 28/HUK/1987 tentang Pekerja Sosial Masyarakat.
11. Keputusan
Menteri Sosial Nomor : 40/HUK/KEP/X/1980 tentang Organisasi Sosial.
12. Peraturan
Menteri Sosial Nomor 82/HUK/2005 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Departemen Sosial.
13. Peraturan
Menteri Sosial Nomor 83/HUK/2005 tentang Pedoman Dasar Karang Taruna.
TUJUAN
Tujuan pembuatan profil ini adalah
memberi arah dan panduan bagi pihak-pihak yang terkait dalam pembentukan,
pelaksanaan dan pembinaan TKSK.
PENGERTIAN
Tenaga
Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) adalah seseorang yang diberi tugas untuk
melaksanakan pendampingan sosial dalam penanganan Penyandang Maslah Kesejahteraan
Sosial (PMKS), dan pembinaan Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) di
tingkat Kecamatan.
SASARAN
GARAPAN
PENYANDANG
MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL (PMKS)
1. Anak
Balita Terlantar,
adalah anak yang berusia 0-4 tahun karena sebab tertentu, orang
tuanya tidak dapat melakukan kewajibannya (karena beberapa kemungkinan :
miskin/tidak mampu, salah seorang sakit, salah seorang/kedua-duanya, meninggal,
anak balita sakit) sehingga terganggu kelangsungan hidup, pertumbunhan dan
pengembangannya baik secara jasmani, rohani dan sosial.
2. Anak
Terlantar, adalah anak berusia 5-18 tahun yang
karena sebab tertentu, orang tuanya tidak dapat melakukan kewajibannya (karena
beberapa kemungkinan seperti miskin atau tidak mampu, salah seorang dari orang
tuanya atau kedua-duanya sakit salah seorang atau kedua-duanya meninggal,
keluarga tidak harmonis, tidak ada pengasuh/pengampu) sehingga tidak dapat
terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan wajar baik jasmani, rohani dan sosial.
3. Anak
Nakal, adalah anak yang berusia 5-18 tahun
yang berprilaku menyimpang dari norma dan kebiasaan yang berlaku di masyarakat,
lingkungannya sehingga merugikan dirinya, keluarganya, dan orang lain, serta
mengganggu ketertiban umum, akan tetapi karena usia belum dapat dituntut secara
hukum.
4. Anak
Jalanan,
adalah anak yang berusia 5-16 tahun yang menghabiskan
sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah dan berkeliaran di jalanan maupun
di tempat umum.
5. Wanita
Rawan Sosial Ekonomi, adalah seorang wanita dewasa berusia
18-59 tahun belum menikah atau janda dan tidak mempunyai penghasilan cukup
untuk dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.
6. Korban
Tindak Kekerasan, adalah seorang yang mengalami tindak
kekerasan, diperlakukan salah atau tidak semestinya dalam lingkungan keluarga
atau lingkungan terdekatnya, dan terancam baik secara fisik maupun non fisik.
7. Lanjut
Usia Terlantar, adalah seseorang yang berusia 60 tahun
atau lebih, karena factor-faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan
dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun sosial.
8. Penyandang
Cacat, adalah setiap orang yang mempunyai
kelainan fisik atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan
hambatan bagi dirinya untuk melakukan fungsi-fungsi jasmani, rohani maupun
sosialnya secara layak, yang terdiri dari penyandang cacat fisik, panyandang
cacat mental dan penyandang cacat fisik dan penyandang cacat mental.
9.
Tuna Susila,
adalah seseorang yang melakukan hubungan seksual dengan sesama atau lawan jenis secara berulang-ulang
dan bergantian diluar perkawinan yang sah denga
tujuan mendapatkan imbalan uang, materi atau jasa.
10. Pengemis,
adalah orang-orang yang mendapat penghasilan meminta-minta
di tempat umum dengan berbagai cara dengan alas an untuk mengharapkan belas
kasihan orang lain.
11. Gelandangan,
adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan yang yang tidak
sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak
mempunyai pencaharian dan tempat tinggal yang tetap serta mengembara di tempat
umum.
12. Bekas
Warga Binaan Lembaga Kemasyarakatan (BWBLK), adalah
seseorang yang telah selesai atau dalam 3 bulan segera mengakhiri masa hukuman
atau masa pidananya sesuai dengan keputusan pengadilan dan mengalami hambatan
untuk menyesuaikan diri kembali dalam kehidupan masyarakat, sehingga mendapat
kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan atau melaksanakan kehidupannya secara
normal.
13. Korban
Penyalahgunaan NAPZA, adalah seseorang yang menggunakan
narkotika, psikotropika dan zat-zat adiktif lainya termasuk minuman keras
diluar tujuan pengobatan atau tanpa sepengetahuan dokter yang berwenang.
14. Keluarga
Fakir Miskin, adalah seseorang tau kepala keluarga
yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian atau tidak mempunyai
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok atau orang yang mempunyai sumber mata
pencaharian akan tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan pok keluarga yang layak
bagi kemanusiaan.
15. Keluarga
Berumah Tidak Layak Huni, adalah keluarga yang kondisi perumahan
dan lingkungannya tidak memenuhi persyaratan yang layak untuk tempat tinggal
baik secara fisik, kesehatan maupun sosial.
16. Keluarga
Bermasalah Sosial Psikologis, adalah keluarga yang hubungan antar
anggota keluarganya terutama antara suami-istri kurang serasi, sehingga
tugas-tugas dan fungsi keluarga tidak dapat berjalan dengan wajar.
17. Komunitas
Adat Terpencil, adalah kelompok orang atau masyarakat
yang hidup dalam kesatuan-kesatuan sosial kecil yang bersifat local dan
terpencil, dan masih sangat terikat pada sumber daya alam dan habitatnya secara
sosial budaya terasing dan terbelakang disbanding dengan masyarakat Indonesia
pada umumnya, sehingga memerlukan pemberdayaan dalam menghadapi perubahan
lingkungan dalam arti luas.
18. Korban
Bencana Alam, adalah perorangan, keluarga atau
kelompok di masyarakat yang menderita baik secara fisik, mental maupun sosial
ekonomi sebagai akibat dari terjadinya bencana alam yang menyebabkan mereka
mengalami hambatan dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.
Termasuk dalam korban bencana alam
adalah korban bencana gempa tektonik, letusan gunung berapi, tanah longsor,
banjir, gelomnag pasang surut atau tsunami, angin kencang, kekeringan, dan
kebakaran hutan atau lahan, kebakaran pemukiman, kecelakaan pesawat terbang,
kereta api, perahu dan musibah industry (kecelakaan kerja).
19. Korban
Bencana Sosial atau pengungsi, adalah perorangan,
keluarga atau kelompok masyarakat yang menderita baik secara fisik, mental
maupun sosial ekonomi sebagai akibat dari terjadinya bencana sosial kerusuhan
yang menyebabkan mereka mengalami hambatan dalam melaksanakan tugas-tugas
kehidupannya.
20. Pekerja
Migran Terlantar, adalah seseorang yang bekerja di luar
tempat asalnya dan menetap sementara di tempat tersebut dan mengalami
permasalahan sosial
Sehingga menjadi terlantar.
21. Orang dengan HIV/AIDS (ODHA), adalah
seseorang yang dengan rekomendasi professional (dokter) atau petugas
laboratorium terbukti tertular virus HIV sehingga mengalami sindrom penurun
daya tahan tubuh (AIDS) dan hidup terlantar.
22. Keluarga
Rentan, adalah keluarga muda yang baru menikah
(sampai dengan 5 tahun usia pernikahan)n yang mengalami masalah sosial dan
ekonomi (berpenghasilan sekitar 10% diatas garis kemiskinan) sehingga kurang
mampu memenuhi kebutuhan dasar keluarga.
POTENSI SUMBER KESEJAHTERAAN SOSIAL (PMKS)
1. Pekerja
Sosial Masyarakat (PSM),
adalah warga masyarakat yang atas kesadaran dan tanggung jawab
serta didorong oleh rasa kebersamaan, kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial
secara sukarela mengabdi di bidang kesejahteraan sosial.
2. Organisasi
Sosial (Orsos),
adalah suatu kumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat,
baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum yang berfungsi
sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam melaksanakan Usaha
Kesejahteraan Sosial.
3. Karang
Taruna (KT),
adalah Organisasi Sosial kepemudaan, wadah pengembangan
generasi muda yang tumbuh atas dasar kesadaran dan rasa tanggung jawab sosial
dari, oleh dan untuk masyarakat khususnya generasi muda di wilayah
desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat, yang bergerak di bidang
kesejahteraan sosial dan secara organisasi berdiri sendiri.
4. Wahana
Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat (WKSBM), adalah system
kerjasama antar keperangkatan pelayanan sosial di akar rumput yang terdiri atas
usaha kelompok, lembaga maupun jaringan pendukungnya.
Wahana
ini berupa jejaring kerja dari pada kelembagaan sosial komunitas
lokal, baik yang tumbuh melalui proses alamiah dan tradisional maupun lembaga
yang sengaja dibentuk dan di kembangkan oleh masyarakat pada tingkat lokal,
sehingga dapat menumbuh kembangkan sinergi lokal dalam pelaksanaan tugas di
bidang Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS).
5. Dunia
Usaha Yang Melakukan UKS,
adalah organisasi komersial seluruh lingkungan industry dan
produksi barang/jasa termasuk BUMN dan
BUMD serta wirausahawan beserta
jaringannya yang dapat melaksanakan tanggung jawab sosialnya.
LANGKAH PEMBENTUKAN DAN KRITERIA TKSK
A. Sistem Rekrutmen
Rekrutmen calon TKSK dilaksanakan
dengan system seleksi terbatas, dengan pengertian; tim seleksi melakukan
identifikasi dan pemetaan terhadap warga masyarakat (Karang Taruna atau PSM)
setempat yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti tes administrasi, tertulis
dan wawancara, sehingga diketahui nilai skor dan rankingnya. Selanjutnya
diputuskan siapa saja yang lulus seleksi dan ditetapkan menjadi calon TKSK
untuk diajukan ke Departemen Sosial melalui Dinas Sosial Provinsi.
B. Pelaksanaan
Rekrutmen
Mekanisme pelaksanaan rekrutmen melalui
:
1.
Seleksi Administrasif
Seleksi Calon TKSK Dinas Sosial
Kab/Kota seluruh Indonesia (anggaran Dekon/perlu revisi).
a.
Dinas Sosial Provinsi menyurat
Kabupaten/Kota untuk menyiapkan 1 (satu) orang calon TKSK yang di seleksi
berdasarkan persyaratan pada Pedoman TKSK.
b.
Nama-nama Calon TKSK dari setiap
kecamatan yang diajukan wajib melengkapi :
-
Pas Photo Ukuran 4 x 6 dan 3 x 4 = 2
lembar.
-
Bagi calon TKSK yang terpilih dari
aktifis Karang Taruna
melampirkan Surat Tugas dari Ketua
Karang Taruna/Kepala Desa dan di ketahui Camat.
-
Bagi calon TKSK yang terpilih dari
aktifis Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) melampirkan Surat Keterangan/Surat
Tugas dari Ketua FK-PSM/Kepala Desa dan di ketahui Camat.
-
Photocopy KTP dan Kartu Keluarga.
-
Photocopy Ijazah minimal
SLTA/sederajat.
-
Photocopy Buku Tabungan BRI atas nama
yang bersangkutan.
-
Photocopy NPWP.
-
Photocopy Surat Kepemilikan Kendaraan
Bermotor (SKKB).
2.
Seleksi tertulis
3.
Wawancara
4.
Penetapan calon.
C. Kriteria TKSK
1.
Berasal dari unsur masyarakat non PNS
2.
Diutamakan yang memiliki sarana
transportasi
3.
Diutamakan yang dapat mengoperasikan
komputer
4.
Berdomilisi di kecamatan dimana ia di
tugaskan
5.
Pendidikan minimal SLTA, diutamakan
D3/S1
6.
Diutamakan aktifis Karang Taruna dan
atau PSM
7.
Usia 25-50 tahun
8.
Berbadan sehat dibuktikan dengan surat
keterangan dokter/puskesmas
9.
Diutamakan yang sudah mengelola UEP
D. Kompetensi/Kapasitas
TKSK
Setelah mendapatkan pelatihan dan pembekalan
diharapkan TKSK memiliki kompetensi sebagai berikut :
1.
Memiliki wawasan kebangsaan.
2.
Memiliki jiwa kepemimpinan
3.
Memahami nilai-nilai, pengetahuan dan
keterampilan dasar pekerjaan sosial
4.
Memahami nilai-nilai, pengetahuan dan
keterampilan dasar sebagai fasilitator
dan mampu mengelola program/kegiatan
pemberdayaan sosial
5.
Memahami nilai sosial budaya masyarakat
lokal
6.
Mampu mengelola kegiatan produktif.
TUGAS, FUNGSI
dan PENERIMA MANFA’AT
A. Tugas
Tugas TKSK adalah melaksanakan :
1.
Identifikasi dan inventarisasi PMKS dan
PSKS;
2.
Bimbingan dan Penyuluhan Sosial;
3.
Pengembangan jejaring dan koordinasi
dalam penyelenggaraan Usaha Kesejahteraan Sosial;
4.
Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan;
IMPLEMENTASINYA :
1.
Melakukan Identifikasi dan pendataan
terhadap Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan Potensi Sumber
Kesejahteraan Sosial (PSKS) di wilayah Kecamatan.
2.
Melakukan Bimbingan dan Penyuluhan
Sosial di lingkungan Kecamatan.
3.
Mengembangkan jejaring dan koordinasi
penyelenggaraan Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS) dengan instansi terkait (stake
holder) di tingkat Kecamatan.
4.
Melakukan komunikasi dan koordinasi
dengan Lembaga Sosial Masyarakat yang berada di wilayah Kecamatan.
5.
Melakukan Monitoring, Evaluasi dan
membuat Laporan pelaksanaan tugas secara tertulis yang disampaikan ke Dinas
Sosial Kab/Kota dengan tembusannya kepada Dinas Sosial Provinsi, Direktorat
Pemberdayaan Kelembagaan Sosial Masyarakat Ditjen Pemberdayaan Sosial
Departemen Sosial RI, Bupati/Wali Kota dan Camat.
B. Fungsi
TKSK melaksanakan Fungsi :
1.
Inisiator, Motivator, Fasilitator,
Katalisator dan Dinamisator pengembangan potensi;
2.
Administrator;
3.
Pengelola kegiatan Usaha Ekonomi
Produktif (UEP);
C. Penerima
Manfa’at
Penerima manfa’at TKSK adalah :
1.
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
(PMKS);
2.
Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial
(PSKS);
3.
Lingkungan masyarakat sekitar wilayah
penerima manfa’at;
Peningkatan kapasitas (capacity
building) TKSK dilaksanakan melalui kegiatan pelatihan dan pembekalan dan
pemantapan, pemberian sertifikat dan pengaturan jenjang keahlian serta
kewenangan fungsional.
A. Pelatihan
Pelatihan TKSK dimaksudkan untuk
meningkatkan kompetensi atau kapasitas agar dapat melaksanakan pekerjaannya
sebagai manager sosial atau pendamping sosial di kecamatan.
Untuk tahun pertama (2009),
dilaksanakan pelatihan tingkat dasar meliputi materi pelatihan :
1.
Wawasan kebangsaan, nilai-nilai
kejuangan dan kesetiakawanan sosial;
2.
Kepemimpinan;
3.
Kedisiplinan;
4.
Masalah, potensi dan sumber-sumber
kesejahteraan sosial;
5.
Tekhnik pemetaan, identifikasi dan
inventarisasi PMKS dan PSKS (Praktek Lapangan);
6.
Tekhnik bimbingan dan penyuluhan sosial;
7.
Tekhnik-tekhnik komunikasi dan
pemanfa’atan relasi sosial;
8.
Pemberdayaan sosial;
9.
Nilai-nilai, pengetahuan dan
keterampilan dasar pekerjaan sosial;
B. Pemberian
Sertifikat
Pemberian Sertifikat dilakukan setelah
TKSK selesai mengikuti pelatihan dan dinyatakan lulus dan memenuhi syarat
pengetahuan dan keahlian dasar melaksanakan tugas selaku TKSK.
1.
Tujuan pemberian sertifikat
a.
Memberikan tanda legalitas kepada
seorang Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK);
b.
Menyatakan tingkat kompetensi TKSK
untuk melaksanakan tugas di bidang Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS);
c.
Menyatakan ruang lingkup kewenangan
secara fungsional dalam melaksanakan tugas sebagai TKSK;
d.
Meningkatkan harkat, martabat dan
profesionalisme TKSK;
2. Penandatanganan
Sertifikat
Sertifikat diberikan sesuai dengan
tingkatan pelatihan, ditanda tangani oleh Menteri Sosial atau pejabat lain yang
ditunjuk.
C. Wewenang TKSK
Wewenang Fungsional
TKSK terpilih memiliki kewenangan
sebagaimana tugas dan fungsinya yang telah diatur pada pedoman TKSK.
PENGORGANISASIAN
dan MEKANISME KERJA
A. Pengorganisasian
1. Direktorat Jendral Pemberdayaan Sosial
Departemen Sosial c.q. Dit. Pemberdayaan Kelembagaan Sosial Masyarakat (Dit.
PMKS) mempunyai tugas :
a.
Merumuskan kebijakan.
b.
Menyusun dan menetapkan pedoman.
c.
Menyusun buku saku.
d.
Menyusun dan menetapkan instrument
Seleksi TKSK.
e.
Menyusun dan menetapkan panduan dan
naskah pelatihan.
f.
Menetapkan TKSK.
g.
Peningkatan kapasitas.
h.
Pengendalian dan pengawasan.
2. Dinas/Instansi Sosial Provinsi
mempunyai tugas :
a.
Melakukan verifikasi usulan dari
Dinas/Instansi Sosial Kab/Kota.
b.
Melaksanakan seleksi calon TKSK
berdasarkan usulan Dinas/Instansi Sosial Kab/Kota dengan berpedoman pada
mekanisme seleksi yang ditetapkan Departemen Sosial.
c.
Memfasilitasi kelancaran pelaksanaan
tugas TKSK.
d.
Melaksanakan pembinaan.
e.
Pengiriman peserta ke pelatihan.
f.
Melaksanakan pengawasan dan
pengendalian.
3.
Tugas Dinas/Instansi Sosial
Kabupaten/Kota mempunyai tugas :
a.
Identifikasi dan seleksi calon TKSK.
b.
Mengusulkan calon TKSK ke Dinas/Instansi
Sosial Provinsi.
c.
Koordinasi penempatan TKSK.
d.
Memfasilitasi kelancaran tugas TKSK.
e.
Melaksanakan pembinaan.
f.
Melaksanakan pengawasan dan
pengendalian.
B. Mekanisme Kerja
Mekanisme Kerja kegiatan pembentukan dan
pembinaan TKSK adalah sebagai berikut :
1.
Departemen Sosial merumuskan kebijakan,
program dan kegiatan TKSK untuk kemudian melaksanakan sosialisasi dan
koordinasi ke Daerah dalam rangka pembentukan, pelaksanaan dan pembinaan TKSK.
2.
Daerah c.q. Dinas/Instansi Sosial
Provinsi, melaksanakan sosialisasi kepada seluruh Kabupaten/Kota dalam rangka
persiapan dan pelaksanan seleksi, serta turut serta melakukan pembinaan,
pengendalian dan pengawasan pelaksanaan tugas TKSK.
3.
Dinas Sosial Kabupaten/Kota,
melaksanakan tugas di lapangan dengan mengacu pada kebijakan dan prosedur kerja
yang diatur dalam Pedoman Umum TKSK.
4.
TKSK sebagai mitra kerja pemerintah
dalam melaksanakan tugasnya berkoordinasi dengan Dinas/Instansi Sosial
Provinsi, Kabupaten/Kota, dan stakeholder
terkait lainnya.
5.
TKSK melaksanakan tugas di lapangan dan
secara berkala melaporkannya secara berjenjang.
6.
Departemen Sosial c.q. Direktorat
Jendral Pemberdayaan Sosial, Dinas/Instansi Sosial Provinsi, Kabupaten/Kota
melaksanakan sipervisi, monitoring, evaluasi dan pelaporan.
Mekanisme
kerja tersebut secara sederhana dapat dilihat dalam bagan di bawah ini.
BAGAN MEKANISME KERJA
INDIKATOR KINERJA
Indikator Kinerja terdiri dari :
1. Out Put
a.
Tersedianya 5.267 TKSK atau satu
Kecamatan satu TKSK di seluruh Indonesia.
b.
Terkoordinasinya PSKS dalam penanganan
PMKS di wilayah Kecamatan.
c.
Tersedianya peta PMKS dan PSKS di
tingkat Kecamatan.
d.
Kemudahan dalam mengakses data PSKS dan
PMKS di lapangan.
2. Outcome
a.
Terjembataninya program Pusat dan
Daerah.
b.
Terwujudnya Sinergi program-program kerja
peningkatan kesejahteraan sosial di tingkat desa dan kelurahan.
PENGENDALIAN
Kegiatan pengendalian ini dilakukan
untuk memastikan bahwa kegiatan pembentukan, pembinaan dan operasional TKSK
dilaksanakan sesuai dengan perencanaan dan mencegah terjadinya penyimpangan.
Pengendalian terdiri dari :
1. Sipervisi
Merupakan pemberian arahan, petunjuk
dan konsultasi agar tujuan pembentukan, pembinaan dan operasional TKSK dapat
tercapai. Kegiatan ini dilaksanakan secara berjenjang oleh Departemen Sosial,
Dinas/Instansi Sosial Provinsi, Dinas/Instansi Sosial Kabupaten/Kota. Sasaran
supervise adalah semua pihak yang terkait dalam pelaksanaan kegiatan
pembentukan, pembinaan dan operasional TKSK.
2. Monitoring
Merupakan proses pengamatan secara
terus menerus untuk memantau pelaksanaan kegiatan, hambatan yang dihadapi serta
dukungan yang diperoleh. Monitoring dilakukan setiap tahap kegiatan mulai dari
Identifikasi sampai tahap pengakhiran kegiatan. Pelaksana monitoring adalah
semua penanggung jawab kegiatan di Departemen Sosial dan Daerah yang terlibat
dalam kegiatan pembentukan, pembinaan dan operasional TKSK.
Monitoring dilaksanakan dengan mengirimkan petugas
pusat ke daerah baik ke Provinsi, ke Kabupaten/Kota sampai ke tingkat Kecamatan
sesuai kebutuhan untuk melihat dan memantau sejauh mana Dinas Sosial Provinsi
dan Kabupaten/Kota melakukan tugas dan fungsinya, serta sejauh mana TKSK itu
sendiri melakukan tugas dan fungsinya sesuai yang ditetapkan pada Pedoman Umum
TKSK.
3. Evaluasi
Merupakan proses mengukur dan menilai
hasil pelaksanaan kegiatan pembentukan, pembinaan dan operasional TKSK.
Pelaksana evaluasi adalah semua
penanggung jawab kegiatan di Departemen Sosial dan Daerah yang terlibat dalam
kegiatan pembentukan, pembinaan dan operasional TKSK.
4. Pelaporan
Merupakan proses penyusunan,
penyampaian data dan informasi tentang pelaksanaan pembentukan, pembinaan dan
operasional TKSK. Pelaporan digunakan sebagai bahan dokumentasi, pertanggung
jawaban sekaligus menjadi bahan masukan bagi pengembangan program lebih lanjut.
Laporan dilakukan secara berkala (bulanan, triwulan, semester, tahunan).
Profil TKSK ini disadur dari buku Pedoman Tenaga
Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) Departen Sosial RI Direktorat Jendral
Pemberdayaan Sosial Tahun 2009
Jakarta, April 2009
tertanda Direktur Jendral Pemberdayaan
Sosial; Drs. Rusli Wahid
Dan diperbanyak oleh WAWAN
RIESNAWAN (TKSK Kecamatan Lumbung) selaku Sekretaris FK-TKSK Kabupaten Ciamis dari hasil SELEKSI Calon TKSK Jawa Barat bulan Juli Tahun 2009, sebagai
bahan sosialisasi TKSK.
KATA PENGANTAR
Pendampingan Tenaga Kesejahteraan Sosial
Kecamatan dalam bentuk Panduan ini merupakan bagian dari bekal informasi yang
perlu dimiliki oleh setiap pendamping. Materi panduan memudahkan pendamping untuk melaksanakan
tugas-tugas pendampingan kepada Tenaga kesejahteraan Sosial Kecamatan. Oleh
sebab itu, panduan pendampingan
diterbitkan untuk memenuhi kebutuhan pendamping dalam melaksanakan tugas pokok
dan fungsinya dalam proses pendampingan Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan.
Panduan ini memuat rincian kegiatan dan
aspek-aspek yang seharusnya mendapatkan perhatian sebagai pendamping. Tentunya
dalam penerapannya, diperlukan kreatifitas pendamping untuk memahami dan
menjabarkan panduan ini sesuai dengan kondisi di lapangan.
Disadari bahwa panduan ini masih
memiliki kekurangan atau kelemahan. Oleh sebab itu kritik dan saran sangat
diharapkan untuk penyempurnaannya. Semoga bermanfa’at.
Jakarta, Agustus 2009
Direktur Pemberdayaan Kelembagaan
Sosial
Masyarakat,
Cap/TTD
Drs. WAWAN MULYAWAN, MM
NIP.
19590906 198503 1 003
Eksistensi
Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan disingkat TKSK sangat diperlukan di
wilayah kecamatan untuk mengisi infrastruktur sosial di wilayah ini sejak
Pekerja Sosial Kecamatan (PSK) tidak didayagunakan pada sejumlah
Kabupaten/Kota. Pembentukan TKSK di berbagai daerah relative baru, sehingga
perlu didampingi.
A. Apa yang disebut
dengan Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan atau TKSK ?
Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan
adalah Pekerja Sosial Masyarakat atau Kader Karang Taruna yang karena ketokohan,
kemampuan dan keakhliannya ditunjuk dan ditetapkan oleh Bupati/Walikota
setempat untuk membantu Camat Kepala Wilayah menyelenggarakan kesejahteraan
sosial di kecamatan atas dasar kesukarelaan dan keikhlasan untuk mengabdi.
B.
Mengapa Tenaga Kesejahteraan Sosial
Kecamatan atau TKSK diperlukan ?
TKSK
diperlukan untuk membantu Camat Kepala Wilayah
menyelenggarakan
kesejahteraan sosial di kecamatan.
C.
Apa tugas pokok dan fungsi TKSK
1. Tugas Pokok : membantu
Camat Kepala Wilayah setempat untuk menyelenggarakan kesejahteraan sosial.
2. Fungsi :
a. Melaksanakan
pendataan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS), dan Penyandang
Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) di wilayah kecamatan.
b. Bekerjasama
dengan Camat dan pihak lain untuk melaksanakan kesejahteraan sosial.
c.
Melaksanakan penyuluhan dan bimbingan
sosial.
d. Melaksanakan
pemantauan program dan evaluasi.
e. Menyusun
dan menyampaikan laporan.
D.
Wawasan apa saja yang diperlukan bagi
pendamping ?
1.
Pengetahuan dan informasi tentang
pendampingan WKSBM, pola jejaring, masalah, kebutuhan sumber, nilai-nilai lokal
dan lain-lain.
2.
Sikap yang menunjang pendampingan.
3.
Keterampilan pendampingan.
4.
Seni dan penampilan ideal sebagai
seorang pendamping.
E.
Mengapa diperlukan Pendampingan ?
Pendampingan
diperlukan untuk menjembatani antara kepentingan TKSK dengan Camat dan pihak
lain. Pendampingan ini penting untuk memperlancar pelaksanaan tugas pokok dan
fungsi TKSK di kecamatan.
F.
Apa manfa’at panduan ini ?
1.
Untuk menjadi acuan kerja para
pendamping dalam melaksanakan pendampingannya.
2.
Memudahkan para Pendamping untuk
melaksanakan pendampingan TKSK di daerahnya masing-masing.
3.
Meningkatnya motivasi, kemampuan dan
peran pendamping dalam melaksanakan kegiatan pendampingan TKSK.
4.
Meningkatnya kualitas dan produktivitas
kerja bagi pendamping.
MENGENAL TKSK
A. Apa kriteria TKSK
1. PSM
dan atau Kader Karang Taruna yang tinggal di desa/kelurahan setempat.
2. Memiliki
keteladanan, ketokohan, kemampuan dan keahlian di bidang kesejahteraan sosial.
3. Minimal
berpendidikan SLTA atau sederajat.
4. Berpengalaman
menjadi PSM dan atau Karang Taruna sekurang-kurangnya 2 tahun.
5. Ditetapkan
oleh Camat Kepala Wilayah setempat.
6. Memiliki
keikhlasan dan kesukarelaan.
B. Apa tujuan TKSK
?
1.
Terhimpunnya data potensi dan sumber
kesejahteraan sosial di lingkup kecamatan.
2.
Terkoordinasikannya penyelenggaraan
sosial di kecamatan.
3.
Terpantaunya penyelenggaraan
kesejahteraan sosial kecamatan.
C. Dimanakah
kedudukan TKSK ?
TKSK
berkedudukan di Kecamatan lokasi PSM dan atau Karang Taruna dimaksud bertempat
tinggal.
D. Apa yang menjadi
Prinsip TKSK ?
1. Bekerja
atas dasar tulus ikhlas dan sukarela.
2. Memiliki
semangat untuk mengabdi.
3. Komitmen
akan tanggung jawab.
4. Memiliki
prakarsa.
E. Apa kegiatan
yang dilakukan TKSK ?
1.
Menghimpun data potensi & sumber
kesejahteraan sosial di kecamatan.
2.
Memantapkan kerjasama dengan Camat dan
pihak lain untuk melaksanakan kesejahteraan sosial di kecamatan.
3.
Melaksanakan penyuluhan dan bimbingan
sosial.
4.
Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan
kesejahteraan sosial di kecamatan.
5.
Membuat laporan & menyampaikannya
kepada Camat Kepala Wilayah setempat.
F. Apa sarana dan
prasarana yang diperlukan ?
1. Tempat
kegiatan/pertemuan.
2. Perlengkapan
administrasi, seperti buku tamu, filling cabinet, notulen, buku kegiatan,
inventaris, papan data, dan lain-lain.
3. Berbagai
peralatan penunjang lainnya seperti, mesin ketik, papan tulis, kursi meja,
papan data, peta sosial, computer dan lain-lain.
G. Siapa yang menjadi mitra kerjanya ?
1.
Berbagai
perkumpulan/asosiasi/organisasi/yayasan/NGO.
2.
Perguruan Tinggi dan dunia usaha.
3.
Tokoh masyarakat.
4.
Warga masyarakat.
5.
Potensi & Sumber Kesejahteraan
Sosial (PSKS) dan Penyandang Maslah Kesejahteraan Sosial (PMKS).
6.
Pemerintah kecamatan dan Desa/Kelurahan
7.
Pemangku kepentingan lainnya.
1.
Tenaga
Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) adalah seseorang yang diberi tugas untuk
melaksanakan pendampingan sosial dalam penanganan Potensi & Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) dan Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial (PMKS) di tingkat kecamatan.
2.
Kelompok
Usaha Bersama Fakir Miskin (KUBE-FM) adalah himpunan dari keluarga fakir miskin
yang dibentuk, tumbuh dan berkembang atas dasar prakarsanya sendiri, saling
berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, dan tinggal dalam satuan wilayah
tertentu dengan tujuan untuk meningkatkan produktifitas anggotanya,
meningkatkan relasi sosial yang harmonis, memenuhi kebutuhan anggota,
memecahkan masalah sosial yang dialaminya dan menjadi wadah pengembangan usaha
bersama.
3.
Pendampingan
sosial adalah suatu proses menjalin relasi sosial antara
pendamping dengan KUBE, LKM, dan masyarakat sekitarnya dalam rangka memecahkan
masalah, memperkuat dukungan, mendayagunakan berbagai sumber dan potensi dalam
pemenuhan kebutuhan hidup, serta meningkatkan akses anggota terhadap pelayanan
sosial dasar, lapangan kerja, dan fasilitas pelayanan publik lainnya.
4.
Kemitraan
usaha adalah jalinan kerjasama yang setara antar perorangan,
kelompok, organisasi, atau lembaga yang memiliki komitmen untuk bekerjasama
saling menguntungkan, sehingga program dan kegiatan usaha ekonomi produktif
(UEP) dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
5.
Penyandang
Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) adalah perorangan, keluarga atau
kelompok masyarakat yang sedang mengalami hambatan sosial, moral dan material
baik yang berasal dari dalam maupun dari luar dirinya sehingga tidak dapat
melaksanakan fungsinya untuk memenuhi kebutuhan minimum baik jasmani, rohani
maupun sosial, oleh karenanya memerlukan bantuan orang lain atau pemerintah
untuk memulihkan dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
6.
Potensi
dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) adalah potensi dan sumber yang ada
pada manusia, alam dan institusi sosial yang dapat digunakan untuk usaha
kesejahteraan sosial.
7.
Pekerja
Sosial Masyarakat (PSM) adalah warga masyarakat yang peduli,
memiliki wawasan, komitmen kesejahteraan sosial, telah mengikuti program diklat
kesejahteraan sosial.
8.
Karang
Taruna adalah organisasi sosial wadah pengembangan generasi muda
yang tumbuh dan berkembang atas dasar kesadaran dan tanggung-jawab sosial dari,
oleh dan untuk masyarakat terutama generasi muda di wilayah desa/kelurahan atau
komunitas adat sederajat dan terutama bergerak di bidang usaha kesejahteraan
sosial.
9.
Pendamping
sosial adalah perorangan, kelompok atau lembaga yang memiliki
kompetensi dibidang usaha kesejahteraan sosial dan usaha ekonomi produktif
serta diberi tugas untuk melaksanakan pendampingan
terhadap KUBE.
10. Usaha Ekonomi Produktif (UEP)
adalah serangkaian kegiatan yang
ditujukan untuk meningkatkan kemampuan dalam mengakses sumber daya ekonomi,
meningkatkan kemampuan usaha ekonomi, meningkatkan produktifitas kerja,
meningkatkan penghasilan, tabungan dan menciptakan kemitraan usaha yang saling
menguntungkan.
Profil
TKSK ini disadur dari buku Pedoman Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK)
Departen Sosial RI Direktorat Jendral Pemberdayaan Sosial Tahun 2009
Jakarta, Agustus 2009
tertanda Direktur Pemberdayaan Kelembagaan Sosial Masyarakat;
Drs. Wawan Mulyawan, MM
Dan diperbanyak oleh WAWAN
RIESNAWAN (TKSK Kecamatan Lumbung) Sekretaris FK-TKSK Kabupaten Ciamis
dari hasil pelatihan TKSK Jawa Barat
bulan September – Oktober Tahun 2009 di BBPPKS Lembang Bandung, dengan tujuan
untuk bahan sosialisasi TKSK.
No comments:
Post a Comment